Dalam era pendidikan yang semakin berkembang, pendekatan belajar yang hanya berfokus pada aspek akademis sering kali mengabaikan dimensi emosional dan sosial dari siswa. Namun, di SMPN 6 Kotobalingka dan SMPN 5 Pagelaran, konsep “Belajar dengan Hati” telah menjadi filosofi yang mendasari pengalaman belajar mereka. Pendekatan ini bukan hanya mengedepankan pengetahuan, tetapi juga membangun karakter dan empati di antara siswa.
Di SMPN 6 Kotobalingka, para pendidik berusaha menciptakan lingkungan belajar yang hangat dan inklusif. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis proyek. Siswa tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga terlibat langsung dalam kegiatan sosial. Misalnya, mereka pernah melakukan proyek penghijauan di lingkungan sekitar. Dalam kegiatan ini, siswa belajar tentang pentingnya menjaga lingkungan sembari berkolaborasi dan saling mendukung.
Tentang : smpn6kotobalingka.com
“Melihat tanaman yang kami tanam tumbuh subur memberi kami rasa bangga dan tanggung jawab,” ungkap Andi, salah satu siswa kelas 8. Kegiatan ini bukan hanya meningkatkan rasa cinta mereka terhadap alam, tetapi juga memperkuat ikatan persahabatan antar siswa. Mereka belajar untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan memahami pentingnya kontribusi individu dalam mencapai tujuan bersama.
Di sisi lain, SMPN 5 Pagelaran mengadopsi pendekatan yang sedikit berbeda dengan mengintegrasikan nilai-nilai kebudayaan lokal ke dalam kurikulum. Siswa di sini diajarkan untuk mengenali dan mencintai warisan budaya mereka. Kegiatan ekstrakurikuler seperti seni tari, musik tradisional, dan kerajinan tangan menjadi sarana untuk mengeksplorasi dan menghayati budaya daerah. “Setiap kali kami berlatih tari tradisional, saya merasa terhubung dengan sejarah dan nenek moyang kami,” kata Lisa, seorang siswi yang aktif di kegiatan seni.
Kedua sekolah ini menunjukkan bahwa belajar bukan hanya tentang pengetahuan akademis, tetapi juga tentang pembentukan karakter. Mereka mengajarkan siswa untuk memahami nilai-nilai kemanusiaan, seperti saling menghormati, empati, dan kerja sama. Dalam setiap kegiatan, siswa diajak untuk merenung dan mendiskusikan pengalaman mereka, sehingga mereka tidak hanya belajar dari teori, tetapi juga dari pengalaman hidup.
Dari sudut pandang psikologis, pendekatan ini sangat relevan. Menurut penelitian, belajar yang melibatkan emosi dan pengalaman langsung dapat meningkatkan daya ingat dan pemahaman siswa. Ketika siswa merasa terhubung dengan apa yang mereka pelajari, motivasi dan rasa ingin tahunya akan meningkat. Hal ini terlihat jelas di kedua sekolah tersebut, di mana siswa tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga agen perubahan di lingkungan mereka.
Selain itu, kedua sekolah ini juga mengedepankan peran orang tua dan masyarakat dalam proses belajar. Keterlibatan orang tua dalam kegiatan sekolah, seperti rapat dan acara khusus, menciptakan sinergi antara rumah dan sekolah. Ini memungkinkan siswa merasa didukung dan termotivasi untuk berprestasi. “Ketika orang tua kami datang dan ikut berpartisipasi, kami merasa lebih dihargai dan semangat untuk belajar,” kata Rina, seorang siswa dari SMPN 5 Pagelaran.
Melalui pengalaman belajar yang mendalam ini, siswa di SMPN 6 Kotobalingka dan SMPN 5 Pagelaran tidak hanya siap menghadapi ujian akademis, tetapi juga siap menghadapi tantangan kehidupan dengan hati yang terbuka dan sikap positif. Mereka belajar bahwa pendidikan adalah perjalanan seumur hidup yang tidak hanya melibatkan pengetahuan, tetapi juga bagaimana menjadi manusia yang baik dan bermanfaat bagi sesama.
Tentang : smpn5pagelaran.com
Dengan demikian, “Belajar dengan Hati” bukan sekadar slogan, tetapi sebuah gerakan yang mengubah cara siswa melihat dunia. Pendidikan di kedua sekolah ini membuktikan bahwa dengan pendekatan yang humanis, siswa dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, lebih peka, dan lebih siap berkontribusi kepada masyarakat.